Gas Lapangan Tangguh Jangan Dijual ke Jepang

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR, Bobby Rizaldi meminta, pemerintah menghentikan proses negosiasi kontrak ekspor gas Tangguh yang sebelumnya untuk Sempra Energy ke Jepang.

“Pemerintah jangan hanya retorika saja untuk memprioritaskan ke dalam negeri. Segera alokasikan seluruh gas Sempra untuk domestik,” katanya kepada wartawan, Selasa (30/10/2012).

Apalagi, kata dia, proyek Tangguh train 1 dan 2 belum ada yang dialokasikan untuk memasok gas ke dalam negeri (DMO). Pengalokasian gas ke dalam negeri akan memberikan dampak berantai yang lebih besar ketimbang ekspor.

Ia menambahkan, pemerintah bisa mengalokasikan seluruh gas Sempra ke dalam negeri, karena proyek Tangguh sudah balik modal.

“Gas Sempra dijual dengan harga US$ 3 per MMBTU saja, produsen sudah untung. Jadi, kalau pemerintah pintar, maka harusnya tidak tergoda lagi untuk dijual ke luar negeri,” tambahnya.

Hal senada dikemukakan pengamat energi dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto. Menurutnya, Terminal FSRU di dalam negeri belum mendapatkan kepastian pasokan gas.

“Mestinya prioritas untuk domestik. Apalagi, harga beli FSRU dalam negeri sudah kompetitif dibandingkan ekspor,” kata Pri Agung.

Menurutnya, pemerintah juga tidak boleh membiarkan proses negosiasi antara produsen, BP Berau Ltd dan konsumen domestik. “Pemerintah harus berperan, sehingga alokasi gas Sempra ke domestik bisa terwujud,” katanya.

Seperti diketahui, terdengar kabar adanya rencana mengekspor LNG Tangguh eks Sempra ke pembeli Jepang yakni Kansai, Kyushu, dan Tepco mulai 2013 hingga 2035 dengan volume mulai 16 kargo per tahun.

Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini mengaku tidak mengetahui adanya rencana ekspor gas Sempra ke Jepang. Namun, ia menjanjikan, gas Sempra akan dialokasikan ke domestik.

“Gas Sempra sudah pasti buat nasional. Saat ini, sedang proses B to B,” ujar Rudi.

Sementara BP Migas menyatakan sudah siap mengalokasikan gas eks Sempra ke dalam negeri, sepanjang fasilitas penerimanya siap. Saat ini, terminal LNG terapung di Teluk Jakarta baru mendapatkan pasokan 1,5 juta ton dari kapasitasnya tiga juta ton per tahun.

Sementara, terminal gas di Arun, Aceh juga baru memperoleh kepastian satu juta ton dari kapasitas tiga juta ton per tahun. Begitu pula dengan terminal terapung lainnya di Jateng dan Lampung yang berkapasitas masing-masing tiga juta ton per tahun.  (DetikFinance)