Panglima TNI yang Baru Harus Ikuti Titah Presiden

PANGLIMA TNI yang akan menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto harus mampu melaksanakan visi dan misi pertahanan Presiden Jokowi. Setali tiga uang, pucuk pimpinan TNI yang baru juga harus dekat dengan rakyat.

“Secara subyektif tentu (penerus Hadi Tjahjanto) yang mampu mengejawantahkan visi dan misi Presiden dalam membina tiga matra TNI menjadi kekuatan militer yang disegani di kawasan,” ujar Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi kepada Media Indonesia, Minggu (5/9).

Ia juga menilai Panglima TNI yang akan memimpin usai Hadi pensiun pada November mendatang harus mampu bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan. Kemudian secara rekam jejak juga banyak memberikan inovasi-inovasi, meningkatkan transparansi anggaran, mampu menegakkan disiplin prajurit dan menerjemahkan jiwa korsa dengan menjunjung tinggi kehormatan TNI.

“Dan terakhir, dekat dengan masyarakat karena di era reformasi ini DPR ikut dalam proses persetujuan karena ada ketertarikan publik yang menantikan figur Panglima TNI. Termasuk pula berpotensi menjadi batu loncatan karir menjadi salah satu pemimpin di Republik ini, setelah pensiun,” tutupnya.

Terpisah Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan terdapat sedikitnya empat tugas berat yang perlu dijawab Panglima TNI ke depan. “Pertama melanjutkan program pembangunan kekuatan TNI dengan meneruskan road map MEF (Minimum Essential Force atau standar batas bawah kemampuan sistem pertahanan nasional) yang sudah dibangun oleh para pendahulunya,” ujarnya.

Kedua, lanjut Politisi PDIP ini, Panglima yang harus terus meningkatkan profesionalisme TNI melalui pendidikan dan pelatihan secara berjenjang dan berlanjut. Termasuk pula pengganti Hadi nantinya harus meningkatkan disiplin prajurit sesuai peraturan yang berlaku secara tegas.

Tujuannya, kata dia, agar kasus-kasus indisipliner yang dapat menodai korps TNI tidak terjadi lagi. “Pamungkas, mengusahakan dan memperjuangkan kesejahteraan prajurit , terutama masalah perumahan, pendidikan dan kesehatannya,” tutupnya.

Sebelumnya Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie mengungkapkan bahwa setiap kali menjelang penentuan Panglima TNI kerap dibumbui nuansa politik yang kental. Belum lagi harus melewati persetujuan DPR yang diketahui sebagai wadah politik nasional.

Meskipun Presiden memilih hak prerogatif dalam menentukan sosok pimpinan tertinggi di TNI, namun prosesnya harus melewati berbagai dinamika politik yang tinggi.

Guna menjaga kemurnian hak yang telah diberikan negara kepada Presiden dan menggerus kepentingan politik, mekanisme pengangkatan Panglima TNI harus dikembalikan lewat proses di Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).

Menurut Connie, selama ini, menjelang pergantian tampuk pimpinan tertinggi di organisasi TNI sering disusupi dinamika politik. Padahal TNI harus terbebas dan terpisah dari politik praktis.

“Yang terjadi hari ini TNI dilarang berpolitik, ceritanya, tapi kita kan tidak juga buta melihat bagaimana sipillah yang menarik-narik terlebih dulu dalam senyap TNI ke politik,” katanya.

Menurut dia, nuansa politik paling nampak dari penentuan Panglima TNI adalah suburnya hoaks, fake news, dan buzzer yang mengangkat dan menyerang yang digadang-kadang menjadi kandidat.

“Sekarang TNI-nya seolah diam tapi hoaks, fake news, dan buzzer yang dikelola sang sipil yang menempel pada TNI tersebut kan marak terlihat,” ujarnya. Ia menilai mekanisme selama ini sangat mudah diintervensi oleh kekuatan politik. Pasalnya, penyaringan calon yang nantinya dipilih oleh Presiden dan disetujui DPR rentan didorong kekuatan politik.

“Mau mekanisme sehebat secanggih separipurna apapun kalau intervensi senyap terkait pemilihan Panglima TNI akan terjadi selama tidak murni berbasis Wanjakti. Apalagi dilakukan serangan senyap tersebut dari dalam ke Komisi I DPR dan kepada Presiden melalui patron klien metode atau mungkin ancaman berbasis fakes data,” paparnya.

Connie pun menyarankan penentuan Panglima TNI harus berbasis lewat penyaringan oleh Wanjakti. “Jadi ruang manuver politik sipil terhadap militer bisa dikurangi banyak,” tuturnya. Tanpa jalan tersebut, kata dia, setiap Panglima TNI selalu didompleng kepentingan politik. “Yang terjadi, sejak 1998, sipil supremasi pada militer yang kebablasan makanya militernya juga banyak yang genit, main mata dengan DPR dan genit karena diusung diam-diam oleh petinggi partai,” pungkasnya. (Cah/A-3)  

Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/430484/panglima-tni-yang-baru-harus-ikuti-titah-presiden