Menanti Supremasi di Natuna Usai Bakamla Boleh Beli Senjata

Jakarta, CNN Indonesia —

Komisi I DPR membeberkan bahwa Badan Keamanan Laut (Bakamla) boleh membeli senjata militer sendiri mulai Juni tahun ini. Hal itu akan membuat pengawasan perairan Natuna yang dekat Laut China Selatan jadi lebih optimal.

Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan sejauh ini kapal-kapal Bakamla yang dipakai untuk mengawasi wilayah perbatasan tidak dilengkapi senjata yang mumpuni. Oleh karena itu, dia yakin Bakamla akan menjadi kuat jika bisa membeli senjata militer sendiri.

“Selama ini tidak dilengkapi senjata. Perlu dilengkapi senjata untuk membela diri. Tetapi bukan macam artileri untuk perang ya. Kalau itu kan untuk merusak secara masif,” kata Dave saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (28/6).

Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldy mengungkapkan hal serupa. Dia mendukung pemerintah yang ingin meningkatkan supremasi di Laut China Utara.

“Dengan Permenhan 12 nomor 2020, sangat mendukung supremasi keamanan laut sipil kita disana. Sekarang Bakamla bisa tembak nelayan asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin, dan tidak akan dianggap agresi militer,” kata Bobby.

Diketahui, sengketa perairan Natuna Utara terus terjadi antara Indonesia dengan China. Kapal-kapal China lalu lalang di perairan Indonesia di wilayah tersebut.

China mengklaim Laut China Selatan adalah wilayahnya berdasarkan Nine-dashed Line atau sembilan garis putus-putus. China mengklaim wilayah itu merupakan tempat nelayannya menjaring ikan sejak berabad-abad silam. Nine-dashed Line termasuk sebagian perairan Natuna Utara milik Indonesia.

Eskalasi sengketa di Laut China Selatan meninggi pada Januari lalu. Kapal-kapal nelayan China menjaring ikan sambil dikawal kapal coast guard yang dilengkapi senjata.

Gelagat China memancing reaksi dari sejumlah negara. Termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia, tak hanya mengirim kapal, tetapi juga sempat mengirim jet tempur untuk mengawasi perairan Natuna Utara.

Eskalasi lalu mereda. Namun meninggi kembali beberapa pekan lalu. Kapal-kapal China lalu lalang di perairan Laut China Selatan. Amerika Serikat, yang memiliki pangkalan di Filipina gerah dengan gelagat China.

Pemerintah Indonesia pun masih berada di posisi yang sama, yakni menolak klaim Nine-dashed Line sebagai penanda jalur perikanan tradisional Tiongkok. Indonesia tetap menghormati Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) yang mana wilayah Natuna Utara termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Bobby mengatakan bahwa supremasi Indonesia di wilayah tersebut masih cenderung belum diperhitungkan. Tak lepas dari kapal-kapal Bakamla yang minim perlengkapan senjata dalam melakukan penjagaan.

“Selama ini hanya memiliki daya dukung senapan ringan dengan jangkauan di bawah 1 km, yang tentu dengan dinamika Laut Natuna Utara, tidak mencukupi,” kata Bobby.

Malaysia saja, kata Bobby, melengkapi kapal coast guard dengan senjata caliber 30 mm RWS. Sementara kapal coast guard China dilengkapi senjata jenis Norinco dengan jarak tembak lebih dari 5 km.

Indonesia sebenarnya memiliki kapal perang yang dilengkapi meriam. Akan tetapi, tidak bisa dipakai jika kapal coast guard China menembak. Kapal coast guard termasuk kapal sipil, sehingga tidak boleh dilawan dengan kapal militer berdasarkan hukum internasional.

Bobby berharap Bakamla benar-benar bisa menguatkan diri dalam menjaga wilayah perbatasan. Terutama usai diperbolehkan membeli senjata militer sendiri.

“Paling tidak postur keamanan laut kita menjadi lebih terdukung, dengan tetap berkoordinasi dengan militer,” kata Bobby.

Telah tayang pada : Senin, 29/06/2020 14:06 WIB

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200629110730-32-518513/menanti-supremasi-di-natuna-usai-bakamla-boleh-beli-senjata