Pertamina Siap Impor BBM Tidak Lewat Trader

DPR Minta BPK Audit Petral
RMOL. Pertamina akan berupaya memprioritaskan impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah dari berbagai sumber, khususnya National Oil Company (NOC).

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengata­kan, dalam rangka mening­kat­kan ketahanan pasokan energi na­sional dan mendu­kung opti­ma­lisasi kinerja Pe­tral, pi­hak­nya akan lebih memprio­ri­taskan im­por BBM dari ber­bagai sumber.

“Sistem pengadaan minyak men­tah dan BBM yang dila­kukan selama ini telah berjalan dengan baik dan dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG),” katanya.

Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta Per­­tamina tidak membeli minyak dari pe­dagang. Sebagai perusa­ha­an besar, Pertamina harus lang­sung impor minyak dari sumbernya.

Karen menyatakan, Pertamina akan terus melakukan perbaikan secara berkesinambungan pada proses pemenuhan kebutuhan BBM nasional. Perusahaan ber­upaya untuk melakukan impor lang­sung dari NOC, produsen minyak dan pemilik kilang.

“Mulai kuartal ketiga 2012 ka­mi akan mela­ku­kan lang­kah-langkah untuk me­realisasikan rencana ter­sebut,” katanya.

Namun, kata dia, hal itu harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan langkah tersebut ti­dak menimbulkan risiko, seperti kegagalan pasokan impor yang akan berakibat pada terjadinya krisis energi di dalam negeri.

Karen me­nyam­but baik ren­cana peme­rintah untuk menjem­batani upaya tersebut, karena kon­trak langsung biasanya perlu didahului dengan pembicaraan secara Government to Govern­ment (G to G).

Pihaknya juga secara bertahap mengurangi ketergantungan ter­hadap impor BBM dan minyak mentah. Karena itu, Pertamina akan merealisasikan proyek dua kilang terintegrasi dan ekspansi wilayah kerja eksplorasi serta produksi untuk meningkatkan cadangan minyak nasional.

Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi mengatakan, pe­merintah memang tak bisa me­ngurangi impor minyak. Pa­sal­nya, produksi dalam negeri tidak men­cukupi kebutuhan dalam negeri.

Terkait masih banyaknya pihak yang mendesak pembubaran Petral, anak perusahaan Pertami­na yang berbasis di Singapura, Bobby mengatakan, se­baik­nya BPK melakukan audit.

“Keberadaan Petral masih di­perlukan Pertamina sebagai per­wakilannya dalam melakukan impor BBM,” katanya.

Sedangkan soal kilang, dia meminta pemerintah memper­cepat proses pembangunannya. Ka­rena selama ini kilang yang dimiliki Indonesia adalah kilang lama. Apalagi, Indonesia meru­pakan negara yang tidak memi­liki cadangan minyak.

“Amerika saja mempunyai ca­dangan minyak 3 tahun tanpa impor dan Singapura cadangan­nya 6 bulan,” ucapnya.

Pengamat energi dari Refor­miner Institute Priagung Rach­man­to mengatakan, langkah pe­merintah mengurangi impor mi­nyak dan memprioritaskan da­lam negeri perlu didukung. Na­mun, yang menjadi masalah ada­lah kesiapan dari kilangnya sendiri.

Pasalnya, kata Priagung, dalam pembangunan kilang minyak, se­tiap kementerian masih mengu­ta­makan ego sektoral dan jangka pen­dek. Padahal, dengan adanya kilang minyak baru akan mem­bantu memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri dan mengu­rangi ketergantungan impor.

Dia mengatakan, keinginan pemerintah agar Pertamina mem­beli langsung impor minyak dari sumbernya kelihatannya sulit teralisasi. Sebab, saat ini tidak semua negara penghasil minyak mau menjualnya langsung. “Ba­nyak yang menjual melalui trader,” katanya.

Kebutuhan BBM dalam negeri saat ini ditaksir mencapai 1,3 ju­ta kilo­liter (KL), sementara produk­si BBM di Indonesia kurang dari 540.000 barel per hari (bph). In­donesia terpaksa impor sekitar 500.000 bph.
[RMOL]