Pilihan Golkar Tak Langgar Konstitusi

JAKARTA, PedomanNEWS – Fraksi Partai Golkar menilai keputusan menyetujui opsi dua, Pasal 7 Ayat 6A tidak melanggar konstitusi.

Untuk diketahui, Pasal 7 ayat 6A ditambah kata-kata, “dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu enam bulan apabila ada kenaikan atau penurunan lebih besar dari 15 persen, maka pemerintah diberi kewenangan melakukan penyesuaian.” Anggota Fraksi Golkar yang juga Komisi VII DPR Bobby Rizaldi mengatakan, pilihan Partai Golkar untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi saat ini dalam Pasal 7 Ayat 6, sekaligus menyetujui ayat baru 6A tidak melanggar konstitusi.

“Karena Pasal 28 Ayat 2 Undang Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi masih berlaku, dan sudah ada Perpres No. 15/2012 untuk melaksanakan keputusan MK,” jelasnya kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (31/3).

Menurutnya, domain penetapan penaikan harga BBM ada pada pemerintah, bukan pada pada DPR. “Terbukti bahwa keputusan penaikan harga BBM tertuang di Perpres bukan dalam keputusan DPR. Dan ini berbeda dengan tahun 2008, dimana Perpres-nya berbeda dan telah diganti dalam Perpres 15/2012.”

“Jadi Golkar tidak ingin menaikan harga BBM karena tidak sesuai dengan UU, juga mengembalikan mekanisme penetapan harga sesuai peraturan perundang-undangan, bukan panggung pertunjukan politik yg salah kaprah,” tandasnya.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai penaikan BBM subsidi dengan menyetujui Pasal 7 Ayat 6A dianggap telah melanggar pasal 33 UUD 1945.

Menurutnya, pengajuan uji formil dan materil ke MK akan didaftarkan setalah perubahan Undang Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN-P) disahkan dan diundangkan lebih dulu oleh presiden. Ia menjelaskan, pengujian tidak hanya materil, karena bertentangan dengan pasal 33 dan pasal 28D ayat 1 UUD 45, tapi juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukan UU sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011.

“Norma pasal 7 ayat 6A selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN, juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan MK,” paparnya. Pedoman News