Anggota Komisi VII DPR RI mempertanyakan usulan opsi kebijakan pemberian subsidi tetap sebesar Rp 2.000 per liter untuk premium dan solar. Dewan menilai usulan tersebut bertentangan dengan undang-undang. “Opsi subsidi tetap kurang relevan karena kontrol pemerintah jadi berkurang terhadap harga bahan bakar minyak,” kata anggota Komisi Energi dari Fraksi Golkar, Bobby Rizaldi, Selasa, (28/2/2012).
Dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengajukan dua opsi kebijakan, yaitu menaikkan harga BBM subsidi sebesar Rp 1.500 per liter hingga harga menjadi Rp 6000 per liter untuk premium dan solar. Opsi kedua adalah dengan memberikan subsidi tetap maksimal sebesar Rp 2000 per liter untuk premium dan solar.
Opsi kedua ini berimplikasi harga BBM akan mengikuti fluktuasi pasar, dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan harga minyak ICP (Indonesian Crude Price). Jika ICP turun, maka harga bensin subsidi juga bisa turun. Tetapi, jika ICP melonjak tinggi, harga bensin subsidi harga bensin dipastikan akan terdorong naik dan subsidi yang diberikan pemerintah tetap Rp 2.000 per liter.
Bobby mengingatkan kebijakan subsidi tetap tersebut sama saja pemerintah melepas harga BBM ke mekanisme pasar global. “Itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 soal pelepasan harga minyak dan gas bumi untuk mengikuti harga pasar. Kritik serupa juga disampaikan oleh Dhohir Farisi dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya. “Coba dipertimbangkan lagi soal subsidi tetap, melepas harga BBM itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” katanya.Mobile.seruu.com