BPK Diminta Periksa Spesifikasi Peralatan Proyek ROPP Balongan
JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR, Bobby Rizaldi meminta, BPK memeriksa spesifikasi peralatan proyek pemanfaatan gas buang atau residue catalytic cracking off gas to propylene project (ROPP) di Kilang Balongan, Indramayu, Jabar.
“BPK atau lembaga berwenang lainnya mesti mengusut kalau ada pihak-pihak yang mengubah spesifikasi peralatan proyek menjadi under specification,” katanya di Jakarta, Senin.
Selain itu, menurut dia, pihak berwenang juga mesti mengusut dengan tuntas penanggung jawab keterlambatan proyek hingga 1,5 tahun. “Kasus ini tidak bisa dibiarkan, harus diusut juga siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatan ini,” ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan inspeksi tim Pertamina per 8 Desember 2010 diketahui sebagian besar katup proyek mengalami kegagalan fungsi, ?karena komposisi materialnya tidak sesuai spesifikasi yang ditentukan.
Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro juga mengatakan, keterlambatan pengoperasian proyek yang begitu lama memerlukan investigasi secara teliti.
Menurut dia, dalam banyak kasus, pengoperasian proyek-proyek besar terlambat akibat salah perencanaan. Namun, juga tidak sedikit dikarenakan faktor di luar kendali (force mayor). “Jika karena pelanggaran, maka harus ada sikap yang jelas. Namun, jika masalahnya di luar kendali, perlu dibicarakan apa yang harus dilakukan,” katanya.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto meminta, BPK mengusut baik PT Rekayasa Industri (Rekind), selaku kontraktor pelaksana, maupun PT Pertamina (Persero) sebagai pemilik proyek tersebut.
“Jadi, audit dilakukan mulai saat proses tender, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasannya. Di mana letak kesalahannya sehingga terlambat sampai 1,5 tahun,” ujarnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kehilangan potensi pendapatan bersih PT Pertamina (Persero) sebesar minimal 43,6 juta dolar AS akibat keterlambatan penyelesaian proyek pemanfaatan gas buang atau ROPP Balongan.
Dokumen BPK tertanggal 15 Desember 2011 itu, ditandatangani Saptono, sebagai Ketua Tim dari BPK, Vice President (VP) Refining Project Pertamina, Mochamad Khamim, dan VP Refinery Internal Audit Pertamina, Wahyu Widjajanto.
Dalam penjelasannya atas temuan BPK tersebut, Khamim mengatakan, perbaikan proyek selambat-lambatnya akan dilakukan pada 16 April 2012.
Selain potensi kehilangan pendapatan, BPK juga menemukan delapan item lainnya. Di antaranya, Pertamina tidak cermat menyusun change order, sehingga kurang menghitung nilai pengurangan lingkup kerja sebesar Rp 781 juta.
Dalam penjelasannya, Khamim mengatakan, pihaknya akan memotong pembayaran termin ke-21 kontraktor. Lainnya, pengoperasian oily water pump yang salah pada masa pemeliharaan mengakibatkan Pertamina tidak dapat meminta penggantian kepada kontraktor.
BPK juga menemukan fungsi operasi Direktorat Pengolahan belum membuat laporan monitoring investasi tahap operasi. Invstor.co.id