JAKARTA – Pemerintah diminta untuk fokus dalam menetapkan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dibanding kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 10 persen.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Rizaldi yang ditemui dalam rapat kerja bersama Kementerian ESDM di Gedung DPR RI , Senayan, Jakarta , Senin (30/1/2012).
“Soal tarif dasar listrik itu nanti, belum terlalu signifikan. Karena pemerintah menaikkan TDL agar harga gas yang dibeli juga bisa lebih tinggi dari sekarang, tapi kan sumber bahan bakar pembangkit saat ini masih dari diesel dan batu bara, bukan gas. Jadi yang paling utama harga BBM dinaikin dulu atau pembatasan BBM pelat hitam ini,” ujar Bobby.
Apalagi, lanjut dia, dasar pemerintah mengajukan kenaikan TDL adalah karena biaya produksi yang tinggi. Soal biaya ini sebenarnya bisa diakali PLN, dengan memperbanyak menggunakan pembangkit dengan bahan bakar yang lebih murah seperti batu bara.
“Karena kalau harga BBM naik duluan, kan potensi penghematannya bisa dialihkan ke listrik. Yang paling besar subsidi pemerintah itu juga diserap untuk BBM. Jadi kita harus kurangi ini, sehingga potensi penghematannya apakah bisa ke listrik, renewable energy, dan BBG,” kata Bobby.
Menurutnya, keputusan kenaikan harga TDL masih dimungkinkan untuk dibarengi dengan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi karena kalau tidak akan menyebabkan kerugian negara.
“Berbarengan sih bisa saja, tapi masa kalau TDL naik, BBM-nya masih tidak dibatasi atau masih disubsidi, kan rugi. Kalau lisrik kan masih diatasi dengan sumber bahan bakar lainnya, seperti batu bara, keekonomian gas sehingga dapat lebih efisiensi,” pungkasnya. (gna) (rhs) (http://economy.okezone.com)