“Peraturan bersama itu tidak sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan,” katanya di Jakarta, Senin (12/9).
Pemerintah telah menerbitkan peraturan bersama dua menteri yakni Peraturan Mendagri No 17 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri ESDM No 5 Tahun 2011 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pendistribusian Tertutup Elpiji Tertentu di Daerah.
Tujuannya, menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi elpiji tiga kg, serta terpatuhinya harga eceran tertinggi (HET).
Sesuai aturan itu, HET ditetapkan pemerintah daerah.
Elpiji kemasan tiga kg merupakan bahan bakar jenis tertentu yang mendapat subsidi APBN.
Menurut Bobby, melalui SKB tersebut pemerintah telah mengelabui mekanisme subsidi tabung kemasan elpiji 3 kg.
Ia mengatakan, dasar perhitungan subsidi tabung 3 kg adalah sebesar Rp12.750.
Artinya, lanjut politisi dari Partai Golkar itu, nilai subsidi elpiji yang sudah dianggarkan pemerintah dan disepakati DPR itu, mestinya juga sampai ke masyarakat pengguna dengan harga Rp12.750 per tabung 3 kg.
“Dasar perhitungan subsidi elpiji 3 kg adalah menutupi biaya yang dikeluarkan masyarakat, sehingga mereka dapat membeli isi tabung 3 kg senilai Rp12.750,” tambahnya.
Namun, kenyatannya, HET elpiji yang ditetapkan pemerintah daerah selalu lebih mahal dari Rp12.750 per isi tabung 3 kg.
Ia mencontohkan, harga elpiji tabung 3 kg di Indramayu, Jawa Barat ditetapkan Rp13.600, sehingga tentunya memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah sebagai penggunanya.
Menurut dia, pernyataan pemerintah yang menyatakan penetapan HET hanya sampai agen elpiji, justru dipertanyakan, karena hakikat subsidi adalah sampai barang diterima masyarakat.
Mestinya, selisih biaya distribusi dalam radius 60 km dari stasiun pengangkutan dan pengisian bulk elpiji (SPPBE), tidak dibebankan ke masyarakat pengguna.
“Siapa yang menikmati selisih antara HET dengan biaya yang dikeluarkan masyarakat itu,” katanya.
Oleh karenanya, Bobby meminta pemerintah segera mencabut kedua permen tersebut, agar tidak terjadi penyelewengan subsidi.