Pemerintah Nggak Boleh Cuekin Ancaman Boikot Hasil Tambang

RMOL. Pemerintah diminta tidak cuekin ancaman boikot empat gubernur se-Kalimantan terkait permintaan tambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk daerah tersebut.

Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldy mengatakan, un­tuk menyelesaikan masalah ini, sebaiknya empat gubernur ter­sebut duduk bersama dengan Ke­menterian ESDM dan men­je­las­kan alasan permintaan tamba­han kuota tersebut.

“Apakah karena konsumsi ken­daraan bermotor yang lebih ba­nyak dari yang diperhitungkan se­belumnya atau ada kebocoran dalam penyalurannya. Itu yang harus dibicarakan,” katanya.

Bobby mengatakan, penya­luran BBM subsidi di daerah per­tambangan memang rawan ke­bocoran. Hal itu yang harus di­antisipasi BPH Migas dan pe­merintah daerah (Pemda).

Meski begitu, dia berharap pe­merintah pusat tidak menganggap en­teng atau cuekin ancaman boikot hasil tam­bang Pemda Kalimantan. Sebab, jika sampai terjadi akan ber­dam­pak pada penerimaan negara. “Pem­prov terkait harus duduk ber­sama untuk membahas hal tek­­nis seperti ini. Tapi pemerintah pusat juga jangan terlalu anti­pati,” ucapnya.

Anggota Badan Pengatur Ke­giatan Hilir Minyak dan Gas Bu­mi (BPH Migas) A Qoyum Tjan­dranegara mengatakan, hing­ga kini pihaknya belum be­rencana menambah kuota BBM subsidi di Kalimantan.

Alasannya, penambahan kuota harus dikoordinasikan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR.

“Kita menunggu keputusan pe­­merintah soal itu,” kata Qo­yum kepada Rakyat Merdeka di Ja­karta, kemarin.

Seperti diketahui, empat gu­bernur se-Kalimantan me­ngan­cam melakukan boikot ke pe­me­rintah pusat dengan melarang ha­­sil tambang dibawa ke luar wi­la­yahnya jika hingga bulan ini ti­dak ada kepastian penambahan kuota BBM yang sudah diajukan secara tertulis.

Qoyum mengatakan, seharus­nya yang meningkat itu BBM un­tuk industri, karena di Ka­li­man­tan banyak sekali kegiatan per­tambangan seperti batubara. Dia juga menyindir para pengu­saha pertambangan yang masih meng­gunakan bensin subsidi.

Menurut dia, seharusnya de­ngan meningkatnya pertum­buhan industri tambang, para pengusaha su­dah selayaknya menggunakan so­lar industri. Pasalnya, yang me­minta tambahan kuota tidak ha­nya Kalimantan saja.  Kendati begitu, Qoyum belum mau menye­butkan daerah mana saja yang sudah meminta tam­bahan kuota.

Hingga kini kuota BBM yang ditetapkan pemerintah pada 2012 ada­lah 40 juta kiloliter (KL). Ta­pi, ia op­timis kuota tersebut pasti terlewati karena sektor industri naik, ekonomi naik dan pertum­buhan jumlah kendaraan.

“Apa­lagi, pembatasan tidak ja­di dila­kukan, pasti jumlahnya akan melonjak,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Vice Pre­sident Corporate Commu­nica­tion Pertamina M Harun. Dia me­ngatakan, kewenangan Pertamina hanya menyalurkan BBM sub­si­di. Sedangkan kewenangan pe­nam­bahan kuota ada di tangan pemerintah dan BPH Migas.

Kendati ada ancaman pem­boikotan hasil tambang, menurut Ha­run, pihaknya akan tetap me­lakukan pengaturan BBM sub­sidi di daerah Kalimantan Sela­tan dan Kalimantan Tengah.

“Justru pengaturan alokasi itu untuk memberikan pemerataan agar masyarakat juga bisa men­dapatkan BBM,” ujar Harun.

Harun mengatakan, selama ini BBM subsidi di Kalimantan ba­nyak digunakan untuk sektor per­kebunan dan pertambangan. Ka­renanya, perusahaan pelat merah itu akan membuat statsiun pengi­sian bahan bakar umum (SPBU) khusus untuk mobil tambang dan perkebunan.

Sebelumnya, Gubernur Kali­mantan Selatan Rudy Ariffin me­ngatakan, aksi menahan keluar hasil tambang itu bakal terlak­sana jika hingga Mei 2012 pe­nam­ba­han kuota BBM untuk empat pro­vinsi di Kalimantan tidak dipe­nuhi pemerintah pusat.

“Kita sudah kirim surat ke BPH Migas, Kementerian Da­lam Ne­geri. Kita minta tam­bahan kuota. Kuota BBM Ka­limantan selama ini cuma 7 persen dari total kuota secara nasional,” ujar Rudy. [RakyatMerdeka]