DPR: Kebijakan BIN Larang Celana Cingkrang & Berjenggot Rawan Dipolitisasi

JAKARTA – Kebijakan Badan Intelijen Negara (BIN) melarang anggotanya menggunakan celana di atas mata kaki (cingkrang) dan memelihara jenggot dinilai rawan dipolitisasi. Belakangan ini diketahui tengah menyeruak isu kebhinekaan.

“Saat kondisi sekarang, peraturan-peraturan seperti ini rentan dipolitisasi, walaupun maksudnya baik sebagai penegakan disiplin internal,” ucap anggota Komisi I DPR RI Bobby Rizaldi saat dihubungi, Kamis (18/5/2017).
Menurut Bobby, kebijakan tersebut sejatinya baik untuk menghindari munculnya pengelompokkan karyawan yang ada di dalam kantor. Namun, sebaiknya BIN membebaskan aturan tersebut untuk personelnya di lapangan.

“Instansi pemerintah boleh saja mengatur, agar jangan terjadi kubu-kubuan di internal,” tuturnya.

Bobby pun meminta BIN untuk tidak mengeluarkan kebijakan yang bisa mengundang polemik di masyarakat. “BIN sebaiknya pandai-pandailah untuk bisa menegakan disiplin dan disisi lain tidak mengundang polemik yang lebih keras,” harapnya.

Diketahui, surat edaran yang beredar tersebut bernomor SE-28/V/2017 tentang Larangan Pegawai BIN Memelihara Jenggot dan Rambut Panjang Serta Memakai Celana Cingkrang.

Surat tersebut berisi empat poin; pertama, dasar dikeluarkan surat, yaitu mengindahkan perintah pimpinan BIN, serta keseragaman cara berpakaian dan berpenampilan sebagai pegawai BIN.

Kedua, pemberitahuan kepada seluruh pegawai BIN khususnya yang setiap hari berdinas di Kantor Pejaten agar tidak memelihara jenggut dan rambut panjang serta memakai celana cingkrang (celana di atas mata kaki).

Ketiga, meminta para pemimpin satuan kerja dapat menindaklanjuti surat edaran tersebut. Surat edaran dikeluarkan pada 15 Mei 2017 dan ditandatangani Sekretaris Utama (Sestama) BIN Zaelani.

Direktur Informasi dan Komunikasi Publik BIN, Dawan menjelaskan, aturan tersebut merupakan aturan lama dan berlaku hanya untuk internal BIN. (news.okezone.com)