Komisi I DPR: Tiongkok Tak Pernah Mengklaim Kepulauan Natuna

Jakarta, HanTer – Komisi I DPR yang membidangi masalah pertahanan dan luar negeri menegaskan bahwa Tiongkok (China) tidak pernah mengklaim Kepulauan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai wilayah teritorialnya.

Sebab, Kepulauan Natuna telah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai titik dasar untuk penarikan garus pangkal kepulauan serta 9 garis putus-putus atau nine dotted line dalam peta Tiongkok yang telah banyak diprotes oleh banyak negara termasuk pun tidak menyentuh Kepulauan Natuna.

“Semakin banyak Media yang memberitakan bahwa Pulau Natuna diklaim oleh Tiongkok terlepas dari motivasi pemberitaan ini, maka perlu ditegaskan bahwa Tiongkok tidak pernah mengklaim Pulau Natuna dan telah berkali-kali menyatakan bahwa pulau ini milik Indonesia,” kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq saat dihubungi, Minggu (15/11/2015).

Dia mengungkapkan, ‎nine dotted lines memang menyentuh perairan kepulauan Natuna, namun bukan menyentuh pulau di sekitar Natuna. Dan hal itu Tiongkok juga tidak pernah menjelaskan apa makna garis itu. Sehingga, dia berpandangan Tiongkok sendiri kesulitan untuk memaknai garis ini.‎

“Jika (ini hanya berandai-andai) Tiongkok mengklaim garis ini sebagai batas terluar maritimnya (batas ZEE atau batas landas kontinen), maka jelas garis ini tidak berdasarkan hukum internasional, karena garis batas maritim harus ditarik dan diukur dari daratannya. Indonesia sudah protes soal ini,” jelasnya.

“Jika garis ini sendiri tidak jelas, maka sulit menyatakan bahwa terdapat dispute (perselisihan) antara Indonesia dan Tiongkok,” imbuhnya.

‎Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Bobby Adhityo Rizaldi menambahkan, secara formal pemerintah harus mengklarifikasi hal tersebut, karena jangan sampai ada kesalahpahaman antara Indonesia dengan Tiongkok. Apalagi, diberitakan masalah ini sudah masuk dalam wilayah paspor mereka. “Hal ini perlu menjadi perhatian TNI AL dan pemerintah pusat pada khususnya. Karena, nelayan Tiongkok bila memasuki kawasan ini juga dijaga kapal perangnya. Sehingga pasukan keamanan RI yang bertugas disana tidak berdaya,” kata Bobby.

Menurutnya, Natuna yang merupakan wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1  harus ditingkatkan keamanannya. “Sudah pasti TNI tidak boleh beli senjata dari Tiongkok untuk keamanan laut kita, malah harus beli kapal selam Kilo class juga kapal sekelas Ahmad Yani Class atau Diponegoro class disana sbg daya gentar, bukan kapal kecil-kecil,” ujarnya.

Selain itu, katanya, keamanan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu disupport oleh TNI AL. “Kami di Komisi I dalam APBNP 2015 sudah merelokasi anggaran untuk perbaikan landasan kapal terbang di Natuna dan menambah fighter pesawat disana. Ini yang akan kami diskusikan kembali setelah pemerintah mendapatkan klarifikasi lengkap dan formal dari pemerintah Tiongkok,” tegasnya.

Bekukan Kerjasama

Bobby juga mengatakan, rakyat Indonesia harus siap secara fisik membela kedaulatan RI ke kepulauan Natura dengan melakukan aksi diplomatik dan gerakan sosial seperti hentikan semua importasi dari Tiongkok. “Bisa juga kita bekukan kerjasama dengan Tiongkok seperti high speed railway atau pinjaman-pinjaman BUMN misalnya. Ini adalah bahasa-bahasa soft diplomacy. Bila mereka melakukan agresi militer, selain mobilisasi kekuatan militer TNI disana, kita juga konsolidasikan militer ASEAN,” kata Bobby.

Menurutnya, banyak tahapan gestur-gestur yang bisa dilakukan RI. “Yang kita tunggu bagaimana Pemerintah via Kemenlu mampu mengekspresikan gestur komunikasi polugri nya. Kami harap bukan `Diam saja`,” tegasnya.

Secara militer, jelasnya, Indonesia siap berperang dengan Tiongkok. Sebab, alat utama sistem pertahanan (alutsista) Tiongkok Non-NATO system. Sedangkan, Indonesia alutsistanya sudah NATO system seperti ‎kapal-kapal laut terbaru dari Eropa, pesawat F-16 block 52, torpedo2 SUT yang mampu menjaga kedaulatan RI di Kepulauan Natuna. Hanya perlu inisiatif politik untuk memobilisasinya. “Oleh karenanya anggaran Alutsista kita mahal dan dari berbagai negara. Beda dengan Singapore/Australia yang full NATO system,” tuturnya.

“Ke depan, kita akan beli kapal selam kilo class untuk MEF tahap dua yang fokus pada kedaulatan maritim khususnya ancaman laut china selatan. Dan TNI AL sudah anggarkan untuk beli torpedo Blackshark yang saat ini tercanggih dan paling mematikan di dunia,” pungkasnya.harianterbit.com