Rekind Garap EPC BUMN

PT Rekayasa Industri (PT Rekind) mengklaim sukses menggarap berbagai proyek pengembangan Engineering, Procurement and Construction (EPC) BUMN. Dirut PT Rekind AH Suharsono mengaku mendapatkan kepercayaan dari klien nasional untuk mengembangkan EPC.

“Peningkatan standar kinerja global yang berhasil diraih oleh PT Rekind menjadikan kami sebagai aset nasional dalam bidang Engineering, Procurement and Conctruction yang perlu dukungan dari berbagai pihak,” papar Ali kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Ali menambahkan, tahun 2012 ini Rekind akan memperoleh proyek-proyek baru di bidang investasi. Antara lain Operation and Maintenance Enginering Construction Management (O&M ECM) Chevron, Pabrik Derivat Perhutani, Floating Storage dnd’Regastfication Unit (FSRU) PT PGN dan Pabrik Minyak Sawit (PMS) milik PT Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII).

“Dalam bidang investasi, kami terus mengembangkan realisasi proyek yang kami punya, yakni wilayah kerja pertambangan Cisook dan Pipanisasi Gas Cirebon dan Semarang,” ujarnya. Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa semua proyek Rekind, termasuk pembangunan pemanfaatan gas buang di Kilang Balongan, Indramayu, Jabar.

“BPK mesti usut kalau ada pihak-pihak yang mengubah spesifikasi peralatan proyek menjadi under specification” kata Bobby di Jakarta, kemarin. Selain itu, menurut dia, pihak-pihak berwenang juga mesti mengusut tuntas penanggung jawab keterlambatan proyek hingga 1,5 tahun.

“Kasus ini tidak bisa dibiarkan, harus diusut juga, siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatan ini,” ujar Bobby. Berdasarkan inspeksi tim Pertamina per 8 Desember 2010, diketahui sebagian besar katup proyek mengalami kegagalan fungsi karena komposisi materialnya tidak sesuai spesifikasi yang ditentukan.

Menanggapi soal proyek Balongan, pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, keterlambatan pengoperasian proyek yang begitu lama memerlukan investigasi secara teliti. Meski dalam banyak proyek, memang sering kali terjadi tidak sesuai target. “Proyek-proyek sering terlambat akibat salah perencanaan. Tapi tidak sedikit juga karena faktor di luar kendali (force majeur),” kata Komaidi.

BPK sebelumnya menemukan adanya kehilangan potensi pendapatan bersih Pertamina sebesar minimal 43,6 juta dolar AS atau Rp 193 miliar akibat keterlambatan penyelesaian proyek pemanfaatan gas buang di Kilang Balongan, Indramayu, Jabar. Dokumen BPK berjudul Risalah Pembahasan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Atas Kegiatan Investasi Pertamina Direktorat Pengolahan tertanggal 15 Desember 2011 itu ditandatangani Ketua Tim dari BPK Saptono. bumn.go.id